KH Abdullah Gymnastiar - detikRamadan.com
Di akhir-akhir bulan Ramadhan ini, hamba-hamba yang serius kepada Allah SWT mulai terlihat peningkatan ibadahnya dengan sungguh-sungguh. Terutama mereka yang berada di masjid-masjid untuk i'tikaf, khususnya juga di masjidil Haram, Tanah Suci Makkah, saat penulis menyampaikan materi ini. Hari demi hari ini mereka ingin menyempurnakan Ramadan.Dengan i'tikaf kita bisa memperbaharui membersihkan hati, meningkatkan amal ibadah, dan juga bertafakur atas perjalanan hidup kita. Kita mesti menafakuri bulan suci Ramadan yang sudah hampir habis, lalu mengevaluasi diri: Apakah yang sudah berubah pada diri kita? Apakah ibadahnya semakin baik? Apakah Ramadan ini kita lebih mengakrabkan diri kepada Allah SWT melalui Kitabullah? Semakin banyakkah bacaan Alquran kita? Tentunya tidak hanya sekadar membacanya, tapi juga berusaha memahami dan mengamalkannya. Walaupun benar Alquran memang untuk dibaca dan dihapal, lebih sempurna lagi hal itu dijadikan sebagai jalan untuk diamalkan.
Mengapa kita enggan berakrab-akrab dengan Alquran? Padahal Alquran adalah bersumber langsung dari Allah SWT Pencipta alam semesta raya. Alquran diturunkan untuk kesuksesan diri kita. Paling penting pula adalah serius dalam mengamalkannya agar Allah bisa memandu jalan hidup kita melalui Alquran. Mengapa kita masih saja meremehkan Ramadan, dengan sikap kita yang masih jauh dari menghormati jamuan Allah ini. Apabila meremehkan Ramadan, sama halnya dengan meremehkan jamuan Allah; sangat sombong, sangat tidak beradab. Allah SWT menyiapkan semua kebaikan untuk kita melalui jamuan Ramadan, namun kita tidak peduli dengan jamuan tersebut, berarti kita takabur.
Apakah Ramadan lebih sibuk dengan ke sana ke sini hanya untuk urusan duniawi? Malah ibadah kita menjadi terlalaikan? Apalagi di malam hari, apakah kita lebih memilih menghargai jamuan Allah ibadah di malam hening yang lebih berkah? Atau kita hanya nikmat tertidur pulas saja. Lupa kepada Allah SWT, menganggap enteng keberkahan malam sepertiga terakhir, mengabaikan nikmatnya bermunajat kepada Allah SWT. Padahal Allah terus-menerus memperhatikan kita.
Kita lihat artis-artis memperindahan nyanyiannya hanya ingin dinilai oleh orang yang bakal meninggal. Tidakkah kita mau memperbagus ibadah-ibadah kita yang akan dinilai oleh Allah Yang Maha Hidup. Padahal Allah SWT yang lebih menyukai keindahan-keindahan. Tidak ada yang lebih berhak atas keindahan ini kecuali Allah yang menciptakan keindahan. Orang yang menyanyi saja dihayati hingga bisa sampai menangis? Mengapa dalam pembacaan Alquran kita tidak sampai menggetarkan jiwa. Bacalah dengan nikmat yang indah agar bisa lebih menghujam ke dalam hati, lebih-lebih di malam hari.
Tafakuri pula bagaimana kecintaaan kita kepada rumah Allah SWT. Apakah makin dekat saja di bulan Ramadhan ini dengan rumah Allah SWT? Apakah di hati kita tersimpan kerinduan kepada rumah Allah SWT? Jika tidak, bagaimana kita masih mempunyai hati yang kering seperti ini. Bagaimana mungkin di Ramadhan kita tidak semakin mencintai rumah Allah SWT, padahal mesjid adalah tempat yang paling berkah, paling disukai Allah SWT. Sedangkan kita malah lebih banyak berputar-putar di tempat-tempat belanja.
Mau ke mana hidup ini? Padahal kebahagiaan miliki Allah SWT, ketenangan, kecukupan, semuanya milik Allah SWT. Bagaimana mungkin kita menyia-nyiakan semua karunia ini hanya karena kesenangan nafsu duniawi. Tidakkah kita selama sebelas bulan habis dalam kesenangan duniawi, sedangkan yang satu bulan, bahkan yang 10 hari terakhir di Ramadan, tidakkah diri kita lebih mengistimewakan dalam memperlakukan jamuan Allah SWT ini. Agar kita tidak termasuk orang yang menganggap remeh jamuan Allah SWT, merendahkan keagungan Allah SWT, tidak membutuhkan rahmat Allah SWT, dan tidak peduli dengan ampunan Allah SWT .
Mudah-mudahan kita lebih banyak waktu untuk bertafakur. Sebelum adanya kita, dunia dari dulu di sini. Tidak ke mana-mana. Kita berkarya di dunia adalah amal shalih kita. Namun, apabila kita terus menerus disibukkan dengan urusan duniawi kita, sehingga melalaikan jamuan ramadhan ini, jangan salahkan siapa-siapa atas kezaliman diri sendiri kita, yang bisa merusak kehidupan dunia akhirat kita, akibatnya untuk diri dan keluarga. Karena kita tidak peduli dengan keselamatannya.
*Pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhiid
Pendiri & Pembina DPU Daarut Tauhiid
0 comments: on "Mengapa Masih Menyia-nyiakan Ramadan?"
Post a Comment